Pacuan kuda di Indonesia memang kalah popular dengan olahraga seperti Sepak bola, Bulutangkis, voli dll. Akan tetapi di daerah seperti Sumatera Barat, Sumbawa dan Sulawesi pacuan kuda cukup popular. Bahkan pacuan kuda di sana sudah seperti tradisi bagi masyarakat setempat dan di jadikan hiburan rakyat, pacuan kuda juga merupakan salah satu pariwisata budaya disana. Biasanya pacuan kuda di gelar sebulan sekali atau dua kali dan antusiasme masyarakat pun sangat tinggi. Selain itu biasanya dalam acara pacuan kuda ada hiburan lain, seperti tarian tradisonal atau musik.
Selain itu, ternyata banyak masyarakat setempat yang menjadikan arena pacuan kuda itu sebagai ajang perjudian. Bagi masyarakat setempat judi tersebut adalah hal yang biasa, karena dengan adanya taruhan akan menjadikan arena pacuan kuda semakin meriah dan menghibur. Mulai dari judi kelas bawah hingga kelas atas, bahkan pejabat – pejabat setempat juga ada yang ikut berpartisipasi judi kuda. Harusnya olah raga sekaligus atraksi budaya yang digemari oleh banyak orang tanpa mengenal batas usia ini hendaknya tidak dikotori oleh tindakan-tindakan yang dilarang agama, adat istiadat, nilai dan norma berlaku.
Pacu Kudo Sumatera Barat
Pacu Kuda (Kudo) di Sumatera Barat telah ada sejak zaman Belanda yang diadakan secara bergilir sekali dalam dua bulan di Padang, Bukit Tinggi, Batusangkar, Padang Panjang, Payakumbuh dan Sawaluntoh, atau sekali setahun dimasing masing kota diatas. Sampai sekarang Pacu Kudo yang merupakan kegiatan pariwisata, budaya dan hiburan masih tetap eksis. Pacu Kudo diadakan dua hari, Sabtu-Minggu atau Minggu-Senin yang dibarengi dengan pasar malam selama satu minggu dan pertandingan Sepak Bola disore hari setelah menonton Pacu Kudo.
Bermacam-macam gaya pakaian dari yang Tradisionil sampai yang modern yang dikenakan oleh orang kampung dan orang kota dari yang miskin sampai yang kaya dapat disaksikan karena di Arena (Gelanggang) Pacu Kudo tempat merajut janji sehidup semati buat pasangan yang lagi dimabuk cinta sekaligus tempat menunjukan jati diri siapapun.
Selain itu banyak orang – orang yang memanfaatkan arena pacu kudo ini sebagai ajang perjudian. Selama Pacu Kudo belangsung perjudian menjadi halal (dilegalisir) bagi masyarakat, baik yang kaya – miskin, tua – muda semua ada. Bahkan ada berbagai macam jenis perjudian disini, seperti :
Menebak kuda yang akan menang dalam setiap ronde dengan jumlah kuda yang turun gelanggang bisa mencapai puluhan. Masing-masing kuda sudah punya nama dan nomor urutnya. Pejudi ulung, biasanya sudah tau kuda yang akan menang karena dia selalu mengikuti pacuan disetiap kota. Pejudi ulung ini berani memegang satu kuda jagoannya melawan kuda yang tersisa ( Umpama : 1 : 9). Berbagai variasi ada disini. Model judinya face to face dengan cara melambai-lambaikan uang sambil menyebut kuda jagoan. Bisa juga kita membeli kupon untuk kuda yang kita jagokan pada Bandar resmi.
Perjudian disekeliling Arena (Gelanggang)
- Judi kolok-kolok, terdiri dari 3 dadu dengan permukaannya angka 1 sampai 6. Peserta judi meletakan uang pada nomor tebakannya. Jumlah bayaran yang diterima sesuai dengan angka yang muncul dipermukaan. Kemenangan maksimal tiga kali karena angka yang muncul pada ketiga dadu adalah sama.
- Judi 3 lembar kartu : Umpamanya: Satu King + 2 As. Pemenangnya bila tebakan kita adalah King. Bandar akan memperlihatkan ketiga kartu dengan ucapan ini Menang (King), ini Kalah (As), ini Kalah (As) sebelum kartu ditutup
- Lempar 2 koin dengan permukaan A dan B. Tebakannya adalah AA, BB atau AB. Biasanya disini tidak ada Bandar dan kita bertaruh dengan siapapun dengan cara melambai-lambaikan uang dan menyebutkan tebakan kita.
Selain Pacu Kudo di Sumatera Barat masih banyak perjudian kuda di Indosesia, karena hal ini di anggap lumrah dan di legalkan tapi kebanyakan di daerah luar Jawa seperti Sumbawa, Kupang dan Sulawesi. Memang daya tarik utama pacuan kuda bagi masyarakat (dewasa) adalah perjudiannya karena di anggap sebagai pelengkap paggelaran pacuan kuda. Akan tetapi ada nilai – nilai budaya dan keunikan dalam arena pacuan kuda di tiap – tiap daerah dalam menyelenggarakan pacuan kuda. Seperti,
Pacuan Kuda daya tarik pariwisata Sumbawa
Pacuan kuda atau Pacoa Jara dengan joki cilik di Pulau Sumbawa khususnya di Kabupaten Bima yang digelar dua kali setahun bisa di jadikan daya tarik periwisata Nusa Tenggara Barat ( NTB ), karena tergolong unik dan hanya bisa di temukan di daerah ini saja. Pacuan kuda adalah tradisi rakyat yang populer di Sumbawa. Para pengendara kuda adalah anak-anak yang nasibnya tidak sebagus para pemilik kuda. Joki kecil harus menaiki kuda liar tanpa peralatan keamanan yang memadai dengan imbalan yang tidak seberapa. Orang-orang yang berperan dalam pacuan kuda ini, ikut andil dalam arena kemenangan, kebanggaan, perjudian dan kepedihan Pacuan kuda dalam tradisi masyarakat Sumbawa berlangsung setiap tahun di arena pacuan (kerato) dengan diikuti pemilik kuda, dukun (sandro), joki kecil, dan juru lepas kuda. Pemilik kuda selalu memakai joki kecil, karena tubuhnya yang ringan sehingga mudah dan ringan dibawa oleh kuda pacu. Jika menjadi juara umum, si Joki akan mendapat uang Rp200.000 dan dua lembar sarung dari Masuarang.
Keahlian yang diperoleh para joki cilik bukannya tanpa kerja keras. Rata-rata sedari usia tiga tahun sudah diberikan latihan. Awalnya hanya pelajaran menjaga keseimbangan di atas bambu yang kedua ujungnya digantung di tiang atas rumah. Setelah itu berlanjut ke kuda tunggang, baru kemudian berlatih mengendarai kuda pacu.
Helmin, salah satu joki cilik yang namanya tengah naik daun mengaku sudah berlatih sejak usia empat tahun. Menjadi joki merupakan cita-cita yang lahir dari keinginannya sendiri. Sebuah profesi bergengsi bagi anak-anak bahkan sebuah keluarga di Bima dan Pulau Sumbawa. Hingga tahun ini, puluhan pertandingan sudah ia ikuti. Beberapakali dia melaju menjadi pemenang, mendapat hadiah sejumlah uang hingga sepeda motor.
Rata-rata joki cilik bisa mengikuti pertandingan sekitar lima kali dalam setahun. Mereka memburu jadwal pertandingan, mengejar target. Maklum, saat memasuki usia 11 tahun, biasanya selesai sudah kariernya. Karena itu, perburuan jadwal pertandingan tidak hanya di Bima, tapi juga di kota-kota lain di Pulau Sumbawa. Datang bersama orang tua, pembina klub dengan menggunakan truk besar, membawa kuda. Kemudian berkemah di tanah kosong yang ada di sekitar lapangan pacuan.
Namun, segagah apapun tampilan di lapangan, mereka tetaplah anak kecil. Ada yang menangis saat kalah bertarung atau ketika ada bagian tubuh yang terluka karena jatuh atau berbenturan dengan kuda dan joki lain. Setelah sakit reda, mereka kembali bersemangat. Bagi mereka, profesi joki sangat bergengsi. Bisa bersenang-senang, berlaga dan membuat bangga keluarga. Juga menghasilkan uang yang bisa digunakan untuk membantu orang tua atau ditabung sendiri untuk keperluan sekolah. Sayang, potensi mereka dalam berkuda harus selesai di usia rata-rata 11 tahun. Sayang juga potensi itu belum dilirik sebagai aset Nasional, dalam arti untuk mengembangkan dan lebih mengharumkan lagi nama bangsa lewat olahraga berkuda.
Budaya Pacuan Kuda akan hilang ?
Masyarakat Sumbawa kini menghadapi sebuah dilema dalam melestarikan budaya Pacuan Kuda yang telah diwariskan leluhur mereka secara turun temurun. Budaya yang secara berkala dilaksanakan masyarakat Sumbawa ini, terancam hilang dari kehidupan Tau Samawa. Berawal dari dihentikan sebuah perhelatan di arena pacuan kuda Kecamatan Moyo Hilir beberapa waktu yang lalu oleh Kapolres Sumbawa dengan alasan bahwa kegiatan tersebut sarat dengan peraktek perjuadian.
Dapat dipahami memang, karena akhir-akhir ini Kapolres Sumbawa beserta seluruh jajarannya sedang giat memerangi perjudian di wilayah hukum Kabupaten Sumbawa dan hasilnya sungguh mengagumkan, sampai-sampai ruang tahanan di Mapolres Sumbawa kepenuhan oleh pelaku perjudian. Kapolres pun lalu membuat himbauan kepada masyarakat melalui media local untuk tidak berjudi, selain karena dilarang keras juga karena ruangan yang tak tertampung itu.
Lalu hubungannya dengan pelarangan kegiatan pacuan kuda ini,sebagian masyarakat Sumbawa tidak menyetujui sikap dan keputusan Kapolres Sumbawa itu. “ Kalau ingin menangkap tikus, jangan membakar lumbungnya “ ujar seorang warga yang sangat kecewa dengan keputusan Kapolres Sumbawa itu. Masyarakat mengakui bahwa peraktek perjudian di arena pacuan kuda memang bukan rahasia lagi karena sudah dilakukan secara terang-terangan. “ Jangan tutup kegiatannya, tangkap saja pejudi-pejudi itu “ ujar Usman seorang pemilik kuda pacuan di Empang.
Penghentian kegiatan pacuan kuda di Kecamatan Moyo Hilir itu mungkin akan diikuti dengan penghentian total semua agenda pacuan kuda di Kabupaten Sumbawa. Sinyal ini datang dari Polres Sumbawa yang menyebut kegiatan pacuan kuda itu juga sebagai sebuah pelanggaran terhadap anak-anak dibawah umur.
Joki kuda pacuan di Sumbawa memang unik yakni seorang anak kecil. Usia nya berkisar antara 10 hingga 12 tahun dan tidak dilengkapi dengan pengaman semestinya. Inilah yang mungkin dianggap oleh Polres Sumbawa sebagai sebuah pelanggaran terhadap hak anak. “ Tapi kok baru sekarang ya..tegas seorang penggemar pacuan kuda di Sumbawa. Setahu saya pacuan kuda ini sudah berlangsung sejak berabad-abad lamanya dan jokinya tetap anak-anak dan tidak pula pernah saya dengar anak anak-anak meninggal karena menjadi joky kuda pacuan..ucapnya.
Kapolres Sumbawa AKBP Suwarto SH MH sepertinya menguatkan sinyal kalau kegiatan pacuan kuda itu akan dihentikan secara permanent. Menurutnya pacuan kuda ini lebih banyak mudarat ketimbang mamfaat nya. Sikap Kapolres Sumbawa beserta jajarannya ini diprotes keras oleh masyarakat Sumbawa bahkan sejumlah warga sudah mendatangi DPRD dan berencana untuk menemui Bupati agar bisa memberikan pemahaman kepada Kapolres Sumbawa tentang budaya yang menjadi asset sejarah dan pariwisata ini.
Mungkin setelah ini arena-arena pacuan kuda yang berbau-bau perjudian selain di Sumbawa akan di tindak tegas oleh aparat Kepolisi setempat. Akan kah budaya Pacuan Kuda ini akan hilang ?
Hadid Hajarachman (153070113)
Indepth Reporting